Mikroteknik Histoteknik Hewan
Histoteknik
adalah suatu metode dalam proses pembuatan preparat histologi dari
suatu spesimen tertentu dengan melalui serangkaian proses hingga menjadi
preparat yang dapat diamati atau dianalisa. Spesimen jaringan yang
digunakan untuk membuat preparat histologis bisa didapatkan dari manusia
dan hewan. Jaringan tersebut dapat diperoleh dari hewan yang difiksasi
dalam keadaan hidup (fiksasi supra/ intravital) maupun dari hewan yang
sudah mati (fiksasi emersi/rendam).
1. Fiksasi
5. Pengecoran
Observasi mikroskopis suatu preparat histologi bisa berasal dari
jaringan normal maupun jaringan yang mengidap sesuatu penyakit tertentu
(patologis) akan memiliki hasil yang lebih baik jika dalam proses
pembuatannya dilakukan dengan persiapan yang baik, proses penyayatan
dilakukan cukup tipis, pemberian pewarnaan yang sesuai, sehingga
hasilnya mencerminkan berbagai elemen jaringan yang diteliti agar lebih
mudah untuk diamati. Alhasil, tidak hanya penelitian secara mikroanatomi
yang dapat dilakukan, namun dapat memberikan gambaran mengenai
perbedaan berbagai perubahan yang terjadi pada sel-sel jaringan yang
diamati. Beberapa jenis jaringan terkadang memerlukan perlakuakan yang
khusus untuk dapat menelitinya, sebagai contoh jenis pewaranaan yang
digunakan harus sesuai dengan jenis jaringan tertentu.
Perlakuan dan cara pembuatan preparat berbeda-beda sesuai dengan sifat
dan tipe jaringan yang akan digunakan. Beberapa metode pembuatan
preparat antara lain adalah:
- Metode oles (smear method). Suatu tahapan dengan menggunakan selaput film dari substansi suatu spesimen yang berupa cairan maupun bukan cairan yang diletakkan di atas gelas objek (object glass) yang bersih, kemudian dilakukan fiksasi, pewarnaan dan selanjutnya ditutup dengan cover glass. Metode smear biasanya digunakan untuk pembuatan preparat darah.
- Metode rentang (spread method). Metode rentang dilakukan dengan merentangkan jaringan pada object glass, sehingga dapat diamati di bawah mikroskop. Metode rentang umum digunakan untuk mengamati jaringan yang berbentuk selaput seperti selaput penggantung usus.
- Metode tekan (squash method) Metode tekan digunakan untuk mendapatkan jaringan yang selnya mudah lepas, seperti tumor seluler. Cara yang dilakukan yaitu dengan menekan potongan jaringan atau organisme kecil secara keseluruhan, sehingga hasilnya berupa sediaan yang tipis agar dapat diamati di bawah mikroskop.
- Metode supravital. Metode supravital dilakukan dengan mengisolasi jaringan hidup. Metode tersebut cenderung mengacu kepada pewarnaan supravital yang dilakukan pada sel atau jaringan hidup.
- Metode irisan. Metode irisan ini dilakukan dengan menggunakan irisan atau sayatan jaringan yang memiliki ketebalan tertentu dengan tujuan dapat diamati melalui mikroskop dengan jelas. Metode irisan memiliki dua cara yakni metode irisan dengan tangan dan metode irisan dengan mikrotom. Dalam proses pengirisan, perbedaan perlakuan untuk mendapatkan potongan jaringan terdiri dari berbagai metode yakni: metode beku, metode seloidin, metode parafin, dan metode penanaman rangkap.
Metode Preparasi
Metode preparasi histologi dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu :
1. Fiksasi (fixation)
2. Dehidrasi (dehydration)
3. Penjernihan (clearing)
4. Pembenaman (infiltration)
5. Pengecoran (blocking)
6. Pengirisan jaringan (sectioning)
7. Pewarnaan (staining),
Proses pertama yang dilakukan adalah dalam menyiapkan materi segar yaitu
fiksasi. Fiksasi adalah proses untuk memertahankan bagian-bagian sel
atau jaringan agar tetap berada pada tempatnya serta tidak mengalami
perubahan bentuk maupun ukuran. Media yang digunakan untuk fiksasi
desebut dengan fiksatif (Gunarso, 1986). Fiksasi merupakan tahapan yang
bertujuan untuk mengeraskan jaringan terutama jaringan lunak agar dapat
memudahkan dalam pembuatan irisan tipis (Jusuf, 2009). Fiksasi
dilakukan dengan merendam jaringan dalam larutan fiksatif seperti
formalin, buffer formalin, paraformaldehid 4%, asam asetat, merkuri
klorida, asam pikrat, larutan Bouin, larutan Muller dan larutan Carnoy
(Hewitson, 2009; Zulham, 2009).
Efek fiksasi terhadap jaringan yang diproses antara lain: menghambat
proses pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan autolisis akibat
enzim proteolitik dalam jaringan tersebut, mengawetkan jaringan sehingga
susunan jaringan mendekati kondisi sewaktu hidup, mengeraskan jaringan,
merubah konsistensi sel yang setengah cair menjadi lebih padat,
mengubah indeks refraksi sehingga mempermudah pengamatan, dan
memengaruhi reaksi histokimia agar jaringan lebih mudah terwarnai.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses fiksasi, antara lain: tebal
irisan jaringan, volume larutan fiksatif, jenis larutan fiksatif yang
digunakan, pH, suhu, dan lama waktu fiksasi (Zulham, 2009).
2. Dehidrasi
Proses selanjutnya dalam pembuatan preparat adalah dehidrasi. Dehidrasi
merupakan proses yang bertujuan untuk mengeluarkan kandungan air dalam
jaringan dengan menggunakan medium tertentu (parafin atau zat lainnya)
yang digunakan untuk membuat blok prerparat dapat mengganti atau mengisi
tempat air di dalam jaringan atau menyerap masuk ke dalam jaringan
(Zulham, 2009; Jusuf, 2009). Tahapan dehidrasi dilakukan setelah proses
fiksasi dengan merendam jaringan kedalam alkohol bertingkat secara
berturut-turut dengan menggunakan alkohol 70% selama 3 jam, dilanjutkan
dengan alkohol 95% selama 3 jam, dan terakhir dengan alkohol 100% selama
1 jam (Hewitson 2009).
3. Penjernihan
Tahapan penjernihan bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan
hasil dehidrasi dan menggantinya dengan cairan yang dapat berikatan
dengan parafin. Sisa alkohol yang masih ada dalam jaringan akan
menyebabkan parafin tidak dapat masuk sempurna sehingga jaringan akan
sukar dipotong dengan mikrotom. Perendaman organ yang terlalu lama
(lebih dari 24jam) dapat menyebabkan organ menjadi keras dan rapuh.
Larutan yang digunakan pada proses clearing diantaranya adalah : Ada
banyak bahan kimia yang dapat digunakan sebagai clearing agent yaitu
kloroform, benzena (benzol), xylena (xylol), cedar wood oil, benzyl
benzoate, atau methyl benzoate (Zulham, 2009).
4. Pembenaman
Pembenaman atau infiltration adalah proses penanaman paraffin kedalam
jaringan untuk menggantikan larutan penjernih. Larutan penjernih yang
tersisa dapat menkristal dalam jaringan dan membuat jaringan menjadi
rapuh saat pemotongan, sehingga akan menghasilkan jaringan yang kurang
baik (Zulham 2009). Infiltrasi dengan menggunakan parafin dikerjakan
dalam oven dengan suhu 56 - 60°C. Infiltrasi awal dilakukan dengan
campuran larutan penjernih lalu dilanjutkan dengan parafin murni selama
30-60 menit dan diulangi sebanyak tiga kali.
5. Pengecoran
Pengecoran adalah proses pembuatan blok-blok parafin berisi jaringan
yang akan dipotong di mikrotom. Pengecoran dilakukan dengan menyusun
jaringan yang telah diinfiltrasi dengan menggunakan pinset panas.
Jaringan disusun dalam histoplate kertas yang dibuat menyerupai cetakan
es batu berbentuk kubus dan diisi sedikit parafin cair. Setelah jaringan
selesai disusun, parafin cair segera dituangkan hingga menutupi
histoplate dan biarkan mengeras.
6. Pengirisan jaringan
Pengirisan jaringan adalah proses pemotongan blok parafin dengan
menggunakan alat mikrotom pada ketebalan tertentu (Zulham, 2009). Blok
parafin dipotong berbentuk dadu dan dipasangi kayu atau holder untuk
menahan organ yang telah diparafin pada proses pemotongan. Tahapan
selanjutnya adalah penempatan blok pada mikrotom. Hal-hal yang perlu
dipersiapkan sebelum proses pemotongan antara lain: memersiapkan pisau
mikrotom yang tajam, memersiapkan kuas dan kaca preparat, mengatur
ketebalan potongan mikrotom, memersiapkan waterbath/paraffin
stretcher/hot plate dengan suhu 55°C, air dan zat perekat seperti
albumin meyer (50% albumin dan 50% gliserin) (Hewitson, 2009; Jusuf
2009). Pemotongan dilakukan dengan memasang blok preparat di mikrotom
dan menggerakkannya kearah pisau, pita paraffin yang mengandung jaringan
lalu dipindahkan dengan kuas ke kaca preparat yang telah dilapisi
albumin meyer lalu diletakkan pada hot plate hingga albumin meyer kering
dan jaringan terkembang.
7. Pewarnaan
Pewarnaan merupakan proses pemberian warna pada pembuatan jaringan yang
telah dipotong sehingga warna jaringan menjadi kontras dan mudah
dilakukan pengamatan dengan mengguakan mikroskop (Jusuf, 2009).
Pewarnaan yang sering digunakan yakni adalah pewarnaan inti dan
sitoplasma sel dengan menggunakan Hematoksilin-eosin (HE). Pewarnaan HE
menggunakan dua zat warna yaitu hematoksilin untuk mewarnai inti sel
(biru/ basofilik) dan counterstain eosin untuk mewarnai sitoplasma sel
(merah muda). Jenis hematoksilin yang sering dipakai adalah Mayer,
delafied, Erlich, Harris, Bullard dan Bohmer, sedangkan counterstaining
yang dipakai adalah eosin, safranin, dan phloxine.
By www.generasibiologi.com
Komentar
Posting Komentar